Ya, akhirnya setelah sebulan aku hidup di penjara suci a.k.a
asrama, skarang aku bisa berkumpul bersama keluarga dirumah (tanpa orangtua,
karena ortu aku di bekasi) dan yang terpenting adalah, aku bebas bisa kemana
aja tanpa harus nulis di buku keluar. Oh ya, pengalaman di asrama itu
menyenangkan tapi sulit dijalani. Ya iyalah…
30 november 2013
Awal hijrahnya aku dari rumah menuju asrama yang sesungguhnya
gak begitu jauh dari rumahku. Asramanya terletak di dekat pusat kota Jogja.
Saat itu aku berangkat dengan membawa 2 koper ukuran sedang, 1 tas jinjing dan
satu tas ransel. Sumpah, rasanya tuh berat banget ninggalin rumah. Membayangkan
bagaimana hidup disana nanti. Full of rules! Of course. aku dan temen-temen
sampe di asrama pas maghrib. Baru kita melepas lelah dan hendak menata barang,
langsung diteriakin buat sholat berjamaah maghrib. Oke, its good. Aku pikir
dengan hidup disini, aku akan menjadi lebih disiplin dalam urusan ibadah.
Okey, maghrib plus dzikir sudah selesai, dilanjut makan malam terus sholat
isya. Then, pukul 21.00 kita semua disuruh kumpul di aula buat nonton film sang
pencerah. Malem-malem disuruh nonton film dalam keadaan capek, membuat semua
penonton termasuk aku pun langsung tepar di bangku masing-masing.
Keesokannya, kita bangun jam 3 pagi buat sholat lail 11
rakaat dilanjut sholat subuh sampe jam 5. Habis itu tidur lagi? Jangan ngarep!
Karena waktu itu hari minggu, jadilah kita semua disuruh jalan pagi sekaligus
senam sama ibu-ibu. Entah udah berapa kali aku nguap waktu senam. Ngantuukk
banget rasanya. Mata susah dikompromiin buat melek.
And the next day…
Ya pokoknya begitulah kegiatan sehari-hari di asrama.
Setiap sholat selalu berjamaah di musholla dan itu ada tanda tangan absennya
men! Jadi siapa yang gak ikut sholat jamaah, bakal ketauan. aku sendiri sih,
pernah gak ikut sholat di Musholla dan lebih milih buat sholat di kamar.
Alasannya satu, dzikirnya kelamaan. Hahaha… nakal sekali diriku ini. Nah, dari
hari senin-sabtu, setiap habis maghrib kita selalu ngaji dan setoran hafalan
surat pendek sampai isya. Setelah isya sampe jam 9 kita ada kajian islam sama
kelas bahasa.
Semenjak di asrama, jam kuliah molor dari jam 7, dosen baru
mau datang jam 9. Nah, itu dia enaknya, jadi masih ada waktu buat aku dan
temen-temen buat tidur lagi setelah subuh. Hahaha…
Kamarku waktu itu menempati nomer 19. Satu kamar berisikan
4 orang. Yaitu aku, Tika dari purworejo, rani & wati dari Lombok. Satu
kamar bersama orang-orang dari beda daerah unik juga ya, kami terkadang belajar
bahasa masing-masing daerah, berbagi cerita tentang daerah masing-masing.
Hari-hari berikutnya aku lewati dengan tenang. Semua rutinitas
yang sudah terjadwal, aku jalani secara ikhlas. Dan bagian yang paling
menyebalkan adalah: setiap hari minggu pasti asrama selalu ada acara.
Jalan-jalan lah, masak-masaklah, intinya, waktu hari minggu, kita seperti gak
dikasih waktu buat istirahat.
Setiap kamar, pasti punya kebiasaan. Sama halnya juga dengan
kamar 19. Setiap sore, pasti kita berempat nyeduh mie. Ya, gak tau siapa yang
mulai, pokoknya ini udah jadi kebiasaaan dan rasanya sore gak akan lengkap
tanpa nyeduh mi dulu. Nah, ada lagi nih kebiasaan kamar 19. Yaitu, nonton film
sebelum tidur dan baru tidur kalau udah jam 12-1 malem. Sampe2 kita ditegur
sama ibu asrama. Hahahaha…
Oh ya, sekarang soal makan. Di asrama, kami sudah disiapkan
menu makanan untuk pagi siang dan malam. Menunya sih ganti-ganti. Bisa ambil
nasi dan sayur sepuasnya. Tapi kalau lauk, biasanya udah di jatah sama ibu
dapurnya. Kadang lauknya tempe, tahu, telor dan ayam. Khusus untuk ayam dan
telor, biasanya udah dijatah satu orang dapat satu. Tapi kalau tahu dan tempe,
bisa ambil sepuasnya.
Setiap orang punya selera masing-masing. Ada yang suka makan
ini, ada yang suka makan itu. Ya termasuk kami semua. Kadang, ketika menu
makanan dari dapur kurang menggugah selera, atau mungkin gak suka dengan
menunya, biasanya kami makan diluar bareng-bareng. Ketika ditanya mau kemana
sama ibu asrama? Kita kompak menjawab mau ke ATM. Tapi terkadang kita punya
strategi khusus buat keluar asrama. Yaitu keluar one by one alias satu-satu.
Hhehe.. karena asrama terletak di tengah kota, jadilah kita gampang mencari
warung makan. Aku sendiri sih, lebih sering makan di warung bakso atau ayam
goreng. Hohoho…
Kalau di asrama, gak kuliah dong?
Selama di asrama, kegiatan kuliah kami masih berjalan normal
sesuai jadwal. Hanya saja, kegiatan kuliah berlangsung hanya di satu ruangan
yaitu aula asrama. Ruangannya sih sama-sama besar, tapi gak ada ac nya brooww..
hoho… but,, its okay lah. Itung-itung merakyat.
Satu kejadian unik sering terjadi saat perkuliahan di asrama. Biasanya
kalau di kampus, yang dateng duluan itu pasti mahasiswa/I nya. Tapi kalau
disini, dosennya yang datang duluan. Karena yah, mentang-mentang jarak antara
kamar dan aula asrama itu deket, jadilah kita suka leha-leha dikamar dulu sampe
ada yang teriak-teriak: “Dosennya udah dateng tuh!” nah, baru deh tuh, kita
siap-siap ngacir terus pake sepatu. Sampe-sampe ada dosen yang kayaknya kesel
karena datengnya duluan, nantang kita untuk siapa yang lebih dulu sampe di
kelas. Hahahaha….
Pengalaman horror.
Yang namanya setiap tempat pasti ada penghuninya. Termasuk
asrama ini. Bentuknya apa, kami sendiri gak pernah mempermasalahkan. Toh,
selama di asrama, hidup kami adem-ayem aja sampai tiba saatnya asrama menjadi
gempar dan mencekam…
Malam itu, kami semua baru saja melaksanakan sholat maghrib
bersama di musholla asrama. Setelah sholat, seperti biasa kami mengaji dan
dzikir. Aku lalu menghampiri ketiga teman kamarku yaitu Rani, Tika dan Wati.
Shaf solat mereka memang berjauhan denganku, makanya aku menghampiri mereka
untuk sekedar ngobrol biasa. Namun ada yang berbeda. Muka mereka nampak tegang.
H : “Kalian
kenapa? Kok tegang gitu?”
T : “Tadi
aku barusan denger suara orang nangis sambil teriak gitu.”
H :
“Serius? Dari mana sumber suaranya?”
R : “Dari belakang sini. Suaranya tuh awalnya
pelan, eh lama-lama kenceng.”
Aku lantas melirik ke belakang musholla yaitu aula yang
lampunya dimatikan. Lama-lama horror juga sih ngeliatin ruangan yang besar tapi
gelap. Hiiiii… perhatianku beralih ke Wati yang diem aja. Kayaknya dia
ketakutan banget deh, sampe gak bisa ngomong gitu. Kami pun, mencoba mengajak
dia buat ngobrol bareng, mengalihkan ketakutannya.
Tak lama kemudian, ibu asrama menginstruksikan kami untuk
duduk membentuk lingkaran dan membuat kelompok mengaji. Oke, aku dan ketiga
teman sekamarku tadi langsung duduk. Ditambah beberapa teman yang ikut
bergabung juga.
“Sekarang
mengaji satu orang satu ayat, nanti gantian ya..” perintah ibu asrama.
Dan baca al-qur’an pun dimulai dari aku, erni, nia dan Wati.
“Wati,
cepet baca, sekarang giliranmu.” Kata Erni.
Tapi Wati malah diem aja, ia menutup setengah wajahnya
dengan al-qur’an yang dia pegang.
“Wati,
kamu kenapa?” Tanya kami semua khawatir ketika melihat matanya yang tiba-tiba
sudah berkaca-kaca hendak menangis. Tatapannya mendadak kosong.
“Wati?!”
Panggilan kami sama sekali gak digubris hingga akhirnya dia
kabur dan lari terbirit-birit sambil menangis kencang. Otomatis, semua orang
yang ada di musholla langsung teralihkan perhatiannya. Aku, Tika dan Rani
sebagai teman sekamarnya, langsung buru-buru ngejar dia sampai ke kamar. Dengan mukena yang masih dipake,
kami lari-lari juga ngejar dia. Oh, so
dramatic. Kegiatan ngaji di musholla pun berhenti. Sesampainya dikamar,
kami melihat Wati duduk di kasurku sambil menangis dan berteriak : “Jangan
Tinggalin akuuuu!!!” aku, Rani dan Tika langsung menghampirinya. Memeluk dia,
memegang tangannya sambil berkata: “Istighfar, Ti,” tapi dia malah menangis,
makin keras malah dan dia berkata: “Tanganku berat, tanganku berat!!”
Rani langsung menenangkan sambil mengajak bicara Wati dengan
bahasa Lombok. Mungkin dengan cara seperti itu, Wati bisa menjadi tenang.
Saking sibuknya kami nenangin Wati, kami gak sadar bahwa di depan kamar kami
sudah banyak orang yang datang. Entah ingin membantu atau hanya ingin kepo.
Bahkan ada satu temen cowok kami yang masuk ke kamar. Mungkin niatnya membantu,
tapi gak dibolehin sama ibu asrama. Ibu
asrama akhirnya datang dan ikut membantu menenangkan Wati. Hingga tak berapa
lama, tangisan Wati sudah mulai mereda. Entah apa penyebab dia bisa histeris
kayak gini. Yang pasti, disaat seperti ini, aku gak mungkin menuntut dia untuk
bercerita kejadian sebenarnya mengingat keadaannya yang masih syok berat. Satu
persatu temen yang berda di kamarku perlahan keluar meninggalkan kami berempat
yang juga syok atas kejadian ini. Tapi aku, Tika dan Rani memprediksi bahwa ini
semua ada sangkut pautnya dengan makhluk astral yang ada di asrama ini. Adzan
isya berkumandang. Tapi kami berempat masih dikamar menemani Wati yang dari
tadi diam sambil terus memeluk bantal dan Al-qur’an. Matanya masih sembab dan
pandangannya juga kosong. Untungnya ibu asrama mengijinkan kami untuk tidak
ikut kegiatan malam ini. Karena kami harus menemani Wati.
Sebisa mungkin kami berempat membuka obrolan, dari yang
nyambung sampai yang gak nyambung. Ini semua kami lakukan agar suasana kamar
tidak tegang. Sesekali kami mengajak Wati berbicara meski terkadang ia belum
bisa merespon dengan baik. Pokoknya, jangan biarin dia ngelamun lagi. Tika
mengirimkan BBM kepadaku, dia mengatakan kalau dia merasa bahwa dikamar ini,
masih ada aura yang gak enak. Sepertinya Wati masih diikutin. Oke, kami pun
baca Al-Qur’an untuk membuat kamar ini jadi lebih adem. Lama-lama kemudian,
keadaan Wati makin membaik, ia perlahan mulai berbicara kepada kami.
Akhirnya, pukul Sembilan ketika semua kegiatan malam sudah
selesai, ibu asrama datang ke kamar kami. Beliau memberikan kami banyak nasihat
yang begitu menenangkan hati kami yang sedang syok sekarang. Jujur, ketika melihat
Wati tadi, aku ikut merinding juga. Tapi aku berusaha menyembunyikannya, takut
jikalau aku menunjukkan perasaanku, akan menambah buruk suasana. Sekitar 20
menit ibu asrama memberi kajian kecil di kamar kami, beliau pun pergi. Malam
itu, suasana kamar kami sudah agak tenang yah walaupun masih terasa horror.
Kami pun memutuskan untuk tidur bersama dibawah berempat. Meskipun sempit dan
seperti ikan pindang yang lagi dijemur, kami merasa lebih baik.
Keesokannya Wati bercerita tentang penyebab dia bisa histeris
kayak semalem. Ternyata dia mendengar suara tangisan itu seolah-olah berada di
kepalanya dan semakin kencang hingga telinganya hampir pecah. Nah, pas dia
lari, dia melihat seperti ada sosok yang tersenyum kepadanya. Dengan senyum
yang mengerikan pokoknya. Terus, soal tangan dia yang berat, itu merupakan
reaksi syoknya.. gitu ceritanya. Alasan mengapa dia gak mau berbicara meski
sudah ditemani, dia merasa masih ada yang ngikutin sampai ke kamar.
Kami semua ber ‘oohh’ ria. Tak apa, ini akan menjadi sebuah
kenangan yang gak akan terlupakan :)
Udah sih, itu aja yang mau aku tulis.. pokoknya aku kangen
banget sama asrama sekarang :(