Beberapa malam yang lalu, aku menelpon bapak.
Dia mengangkat telpon dariku sambil malu-malu berbicara. Dia
malu-malu mengajakku berbicara karena mungkin aku mendahului percakapan kami
dengan kalimat: aku kangen bapak.aku tahu bahwa Kalimat itu terdengar sangat
asing di telinganya. Ya mungkin karena selama 20 tahun aku hidup bersamanya,
aku tak pernah mengucapkan kalimat itu. Baru ketika seperti ini,
kalimat: ‘’aku kangen bapak” terlontar dari bibirku.
Karena belum pernah mengucapkan kalimat itu, aku sendiri
merasa canggung untuk mengucapkannya. Tetapi rasa canggung itu tertutupi dengan
rasa rinduku terhadapnya yang begitu meluap dan tak bisa dibendung lagi.
Aku sangat mencintai bapak. Bukan hanya karena beliau-lah
yang rutin mengirimkan uang bulanan untukku, bukan hanya karena dia yang selalu
menuruti keinginanku untuk jajan macam-macam sewaktu aku masih kecil. Lebih
dari itu, cintaku kepada dia bukan karena materi yang selama ini sudah diberikan untukku. Melainkan
lebih dari itu. Kasih sayang seorang Ayah. Itulah yang beliau telah berikan
kepadaku.
Bapak emang gak pernah memujiku ketika nilai rapotku bagus,
bapak malah gak pernah liat isi rapotku seperti apa selama 12 tahun aku
sekolah, bapak bahkan lupa usiaku berapa sekarang dan kemarin bapak malah lupa
aku semester berapa sekarang. Bapak suka lupa terhadap hal-hal kecil. Ya aku
maklum karena beliau lelaki dimana sifat alamiahnya adalah sering lupa hal-hal
kecil. selama 20 tahun aku hidup, aku masih ingat hal-hal kecil namun sangat
indah dan membekas diingatanku.
Ketika dulu waktu aku masih kecil dan masih
jadi anak tunggal, bapak pernah mebuatkan aku baju warna abu-abu, baju itu dia
bikin sendiri. Dari mulai membuat pola, mengukur sesuai ukuran badanku hingga
menjahit dengan tangannya sendiri menggunakan mesin jahit yang sampai sekarang
masih ada dirumah. Dulu, aku belum terlalu paham, yang aku paham hanyalah bapak
membuat baju untukku yang mungkin untuk menghemat pengeluaran beli baju baru.
Tapi sekarang ketika aku ingat bapak pernah membuatkan baju untukku, itu semua
membuatku terharu.
Bapak dulu juga sering mengajak aku dan mama jalan-jalan
keliling Jakarta pakai motor Honda Astrea kala itu. Aku duduk di depan
menggunakan topi polisi-polisian. Hal-hal kecil dan sesederhana itu membuatku
makin mencintai dia. Sekarang, ketika aku sudah beranjak dewasa dan duduk di
bangku kuliah, aku semakin sadar. Pengorbanan bapak sangat besar untukku. Jujur, biaya kuliahku hingga sejauh ini sudah
sekitar 60 juta. Itu berarti sudah banyak uang yang bapak keluarkan terhadapku.
Karir dan bapak.
Dua hal tersebut adalah dua hal yang gak bisa dipisahkan.
Aku tau, bapak adalah seorang pekerja keras. Bapak pernah bercerita kepadaku
kalau prioritas nomer satu dalam hidupnya dulu ketika belum menikah adalah:KARIR.
Bapak ingin karirnya naik. Bapak melakukan pekerjaan apa saja sepenuh hatinya.
Bapak bilang bahwa dunia kerja itu sangat keras, jauh lebih keras dari ibukota
katanya. Maka dari itu perlu mental sekuat baja untuk menghadapinya. Di dunia
kerja, mungkin nanti banyak orang yang gak suka sama kita. gak suka dan iri sama keberhasilan kita. maka bisa
disimpulkan bahwa untuk mencapai karir yang bagus itu gak mudah.
Bapak mengajarkanku untuk menjadi pribadi sekaligus
perempuan yang tangguh nantinya. Perempuan yang kuat dan tegar dalam menghadapi
segala cobaan dan ujian. Perempuan yang pintar sehingga mampu menjawab semua
tantangan dari dunia dengan cerdas. Perempuan yang mandiri, gak manja sehingga
kelak tidak akan merepotkan orang, tidak akan bergantung kepada siapapun,
apalagi bergantung kepada laki-laki. Iya memang, aku tau , wanita jika nanti
sudah menjadi istri, dia harus menurut terhadap suaminya. Tetapi
menurut bukan
berarti ketergantungan kan? ketergantungan minta anterin kesana-sini padahal suami juga lagi sibuk kerja, ketergantungan ngerengek minta beliin perhiasan gara-gara iri liat tetangga sebelah baru beli perhiasan.. ya semacam itulah.
Kita sebagai perempuan memang wajib hukumnya dalam agama untuk
menurut terhadap suami. Misalnya suami melarang kita untuk pergi malam-malam,
melarang kita untuk memakai baju yang mencolok diluar. Ya kita harus
menurutinya. Tetapi yang aku maksud tidak ketergantungan disini adalah tentang
kemandirian kita sebagai wanita. Iya mandiri, selagi kita masih bisa melakukan
sesuatu sendiri, lakukan sendiri, gak perlu merengek minta tolong sama orang
lain.
Kembali ke bapak.
Selain melepas rindu, aku banyak bercerita segala hal yang
akhir-akhir ini mengganggu pikiranku. Selama 20 tahun, ini adalah kali pertama
aku curhat sama bapak dan ini kali pertamanya juga aku mendengar bapak berkata
bijak, panjang- lebar. Padahal sebelumnya, aku mengenal dia sebagai orang yang
irit bicara.
Bapak memberiku motivasi yang luar biasa. Bukan dengan
kata-kata puitis. Hanya sederet kalimat sederhana namun begitu menyentuh
hatiku.
“Hilda harus jadi orang nomer satu dikeluarga ini.”
“Hilda harus menggapai cita-cita dan mendapat karir yang
bagus. Ingat, untuk mendapat karir yang bagus itu gak mudah. Banyak rintangan.
Mungkin sekarang Hilda lagi dapet masalah biar kamu lebih kuat lagi nanti kalau
sudah di dunia kerja. Bapak ngomong gini, karena bapak sudah merasakan kerasnya
dunia kerja.”
“Sekolah yang bener, gak usah mikir macem-macem. Jadikan pendidikan
dan karir itu prioritas utama kamu hil,”
Sebenernya masih banyak lagi sih, tapi 3 kalimat itu yang
masih teringat dipikiranku dan menjadi
kalimat moodbosterku untuk semangat kuliah. aku akan selalu menyimpan kalimat
motivasi itu dari bapak . nanti, di kala aku merasa semangatku sudah berkurang,
aku akan memanggil ingatanku untuk kembali membacakan ulang kalimat-kalimat
motivasi tersebut.
Perkataan bapak bener-bener bikin aku nangis.
Oke, aku emang cengeng. Tapi, cengeng karena orang tua gapapa kan? Maksudku,
orangtua adalah satu alasan yang layak dibalik tangisan kita. tangisan seorang
anak.
Aku kangen bapak sekarang. Pengen peluk bapak :')
Mulai sekarang, aku berjanji untuk membenahi semuanya.
Kembali Menata hati agar kehidupanku berjalan lebih baik. Berpikir positif.
Setelah menulis ini, rasanya aku makin semangat untuk menuntaskan pendidikanku
dengan hasil yang memuaskan. Hingga akhirnya mewujudkan keinginan bapak.
Seperti yang bapak bilang di awal tadi: “Hilda harus jadi nomer satu di
keluarga.”
Ya, aku janji pak. Janji. Doakan aku ya pak, doakan anak
perempuan sulungmu ini yang kelak akan menjadi tulang punggung keluarga ketika
bapak sudah lelah mencari nafkah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar